SUMENEP, (TrendiKabar.com) – Kepolisian Resor (Polres) Sumenep mencopot Aiptu JH dari jabatannya sebagai Kepala Unit Reserse Kriminal (Kanit Reskrim) Polsek Dungkek. Langkah cepat itu diambil Kapolres Sumenep, AKBP Rivanda, menyusul adanya dugaan pelanggaran etik dan prosedur dalam penanganan perkara hukum.
Pencopotan tersebut mendapat apresiasi dari pihak pelapor, namun juga disertai dorongan untuk evaluasi menyeluruh terhadap sistem pengawasan internal kepolisian. Kuasa hukum pelapor, Sulaisi Abdurrazaq, menyatakan bahwa tindakan Kapolres merupakan langkah awal yang baik, tetapi belum cukup.
“Kami mengapresiasi tindakan tegas ini. Namun, perlu dicatat bahwa perilaku oknum tersebut bukan hanya mencoreng institusi, tapi juga diduga melanggar hak-hak dasar warga negara,” ujar Sulaisi kepada media, Rabu (23/4/2025).
Menurutnya, kliennya mengalami tindakan tidak profesional saat menjalani proses hukum terkait dugaan perusakan pagar di Desa Bancamara, Kecamatan Dungkek. Ia mengungkapkan adanya permintaan uang oleh oknum penyidik serta dugaan pelanggaran prosedural dalam penanganan kasus.
“Penyidikan sudah berlangsung cukup lama tanpa kejelasan hukum. Berkas sempat dilimpahkan ke kejaksaan dalam kondisi tidak lengkap, hingga akhirnya harus dilakukan gelar perkara ulang,” terangnya.
Sulaisi juga menyoroti tidak diterbitkannya Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) dan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP), serta penyitaan barang bukti yang diduga tidak melalui prosedur sah. Ia menyebut hal tersebut sebagai bentuk pengabaian terhadap putusan Mahkamah Konstitusi dan prinsip-prinsip perlindungan konstitusional.
“Penyidikan yang mengabaikan aturan justru merugikan masyarakat dan mencederai kepercayaan publik terhadap aparat penegak hukum,” tegasnya.
Sebagai bentuk aspirasi, pihak korban membentangkan spanduk kritis di depan Mapolres Sumenep. Salah satu spanduk berbunyi: “Sumenep terpuruk bukan karena takdir, tapi karena pejabat korup. Kami tunggu nyalimu melumat mereka!”
Sulaisi yang juga menjabat sebagai Ketua DPW Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia (APSI) Jawa Timur, menambahkan bahwa reformasi internal sangat mendesak, terutama dalam penempatan personel yang menangani pelayanan hukum langsung ke masyarakat.
“Personel dengan catatan integritas yang buruk sebaiknya tidak diberi posisi strategis seperti Kanit Reskrim. Ini bukan sekadar jabatan, tapi menyangkut kepercayaan publik terhadap hukum,” ujarnya.
Ia menekankan pentingnya menghentikan segala bentuk pungutan liar dalam proses hukum, agar keadilan tidak menjadi barang dagangan.
“Jika setiap perkara harus dibayar, maka hukum hanya menjadi proyek. Dan ini yang harus dilawan bersama-sama,” pungkasnya.
Penulis : Mat Halil
Editor : (Red)