Oleh: Fauzi As
Pengamat kebijakan publik
(TrendiKabar.com) – Bupati Fauzi tampaknya baru turun dari mimpi panjang ketika menyambut kabar Wings Air akan membuka rute internasional dari Bandara Trunojoyo Sumenep.
Dengan penuh semangat beliau bicara soal “penerbangan langsung umroh ke Jeddah.” Tapi mari kita buka buku manual ATR 72-600: kapasitas penumpang 68 – 74 kursi, jarak tempuh maksimal 1.665 km, beban maksimum 7.500 kg.
Lalu, Jeddah itu jaraknya berapa? Sekitar 8.000 km lebih. Kalau begitu, penumpang mungkin hanya bisa sekali jalan dan tidak ada kepastian balik lagi, kecuali transitnya pindah ke sayap burung garuda atau naik kapal kargo.
Sungguh, imajinasi ini membuat Sumenep seperti negeri dongeng. Seolah-olah ATR bisa jadi pesawat antar-benua, padahal mesin Pratt & Whitney itu sudah ngos-ngosan kalau dipaksa ke Lombok dengan muatan penuh.
Kalau dipaksa ke Jeddah? Jangan-jangan umat yang niat umroh malah jadi syahid di udara.
Yang lebih ironis, Bupati seolah lupa masa lalunya merasa sedang menjabat untuk pertama kali. Padahal ini periode kedua, bahkan sebelumnya sudah pernah duduk sebagai Wakil Bupati dan saat itu Bandara Trunojoyo memang sudah ada, tapi sayangnya lebih sering dipakai burung walet ketimbang manusia.
Lantas selama sepuluh tahun itu, apa yang sudah diurus? Kenapa baru sekarang bicara konektivitas internasional, padahal dulu sibuk selfie di terminal yang katanya penuh sarang burung itu.
Jangan-jangan bandara lebih laku sebagai tempat shooting TikTok ketimbang terminal penerbangan.
Masyarakat Sumenep dan Madura tentu senang mendengar kabar bandara akan “terhubung ke 29 kota dalam dan luar negeri.” Tapi kita perlu bertanya: apakah ini mimpi, ilusi, atau sekadar jurus retorika jelang 2029?
Sebab bicara rute internasional tanpa pesawat jarak jauh itu sama seperti janji bagi-bagi rumah BSPS tapi yang datang hanya kuitansi kosong. Di darat saja rakyat susah mencari jalan mulus, kok di langit dijanjikan langsung ke Tanah Suci?
Kalau benar ATR dipaksa ke Jeddah, mungkin brosur resminya harus diganti: “Umroh spesial dari Sumenep, tanpa transit, tanpa kepulangan.
Pesawat ATR 72-600, kapasitas terbatas, doa tak terbatas.” Sebab dalam logika rakyat kecil, janji seperti ini bukan sekadar omong kosong, tapi bisa berubah jadi bahan ketawa pahit di group WA dan warung kopi.
Madura tidak butuh mimpi terbang sampai ke Arab dengan pesawat yang sayapnya gemetar ke luar pulau. Yang dibutuhkan adalah janji politik yang realistis: bandara berfungsi penuh, kapal laut yang layak dan harga tiket terjangkau, penerbangan reguler yang tidak hilang timbul seperti bulan tertutup awan.
Kalau tidak, Bandara Trunojoyo akan terus jadi bandara penuh dengan penerbangan tapi bukan manusia, melainkan burung walet yang gembira karena dapat hibah bandara.
Editor : (Red)